1/09/2010
aplikasi buku tamu dengan flash
Untuk mengintegrasikan Flash dan database dalam sebuah situs, diperlukan sebuah penghubung, yaitu bahasa pemrograman sisi server. Ada banyak bahasa pemrograman sisi server, seperti PHP, ASP, JSP, atau CFM.
Dalam artikel contoh implementasi integrasi Flash dan database ini, disajikan aplikasi buku tamu dengan Flash yang menggunakan menggunakan Flash 5, Notepad, webserver dengan ASP, dan MS Access. Karena database yang digunakan adalah Access, maka Anda hanya bisa mencoba aplikasi ini di Windows.
Konsep Dasar
Hal pertama yang perlu Anda ketahui adalah bagaimana Flash membaca variabel-variabel dari sebuah file teks. Format dari file teks yang dikenali oleh Flash sebagai variabel adalah:
variabel1=nilai1&variabel2=nilai2&variabel3=nilai3
Cara Flash membaca variabel dari file teks adalah dengan menggunakan Actionscript LoadVariablesNum(). Sebagai contoh, kita buat sebuah file teks dengan nama daftar.txt yang berisi:
nama=siapa&email=siapa@dimana.com
Kemudian buat sebuah file Flash loadvar.fla pada direktori yang sama dengan file daftar.txt, pada frame ke-1 tambahkan Actionscript:
LoadVariablesNum("daftar.txt", 0)
Artinya: kita membaca variabel yang berada dalam file teks daftar.txt pada level 0.
Jika kita Test Movie (Ctrl-Enter), maka layar masih polos tentunya. Pilih menu: Debug > List Variables (Ctrl-Alt-V) maka akan muncul:
Level #0:
Variabel _level0.$version = "WIN 5,0,30,0"
Variabel _level0.nama = "siapa"
Variabel _level0.email = "siapa@dimana.com"
Artinya, Flash telah membaca variabel yang ada dari daftar.txt dengan benar. Kita dapat menampilkan isi dari variabel tersebut ke dalam Flash. Caranya, klik ikon Text Tool untuk membuat sebuah teks namanya, kemudian klik menu Text > Options. Rubah Static Text menjadi Dynamic Text isi kotak variabel: dengan nama.
Jika kita Test Movie, maka teks namanya berubah menjadi siapa.
1/03/2010
Sistem Terintegrasi Dalam Digital Library
Perpustakaan di Indonesia saat ini sepertinya mulai tergugah untuk menyikapi perkembangan teknologi informasi yang tak terbendung. Globalisasi informasi saat ini menjadi semakin deras seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi. Perpustakaan terutama di perguruan tinggi mulai ‘tersadar’ untuk mencoba memberikan nuansa lain dengan memberikan layanan yang berbasis teknologi informasi. Banyak perpustakaan yang mencoba ‘mengangkat’ tema ‘digital library’ atau perpustakaan digital sebagai bagian dari sistem terbaru layanan pengguna dalam mengantisipasi globalisasi informasi. Walaupun ada kekawatiran dalam diri penulis, apakah mereka sudah benar-benar memahami konsep ‘digital library’ secara pas dan ‘benar’ atau belum. Jangan-jangan sebetulnya apa yang dibangun hanya ‘sekedar’ digital collection belum sampai pada sebuah sistem ‘digital library’ secara utuh.
Konsep ‘digital library’ sendiri sebetulnya bukan merupakan konsep baru, namun akhir-akhir ini memang kembali menjadi pilihan bagi para pelaku di dunia perpustakaan untuk ‘ditekuni’ dan ditampilkan kepada pengguna. Konsep ‘digital library(ies)’ ini dimulai pada tahun 1945 dengan adanya Vannenar Bush’s Memex Machine yang memberikan stimulasi awal bagi aplikasi komputer untuk temu kembali informasi (information retrieval). Konsep itu berkembang ke dalam area yang lebih luas lagi, mulai dari database bibliografis yang besar, temu kembali online, dan sistem akses publik. Apalagi dengan adanya internet yang memungkinkan komputer terhubung ke dalam sebuah jaringan informasi yang luas, konsep digital menjadi trend kembali dan pembuatan ‘libraries of information digital’ yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun di dunia menjadi penting. Perkembangan konsep digital tersebut ‘menciptakan’ berbagai istilah yang sering digunakan seperti ‘virtual library’, ‘electronic library’, ‘library without walls’, ‘bionic library’ , hingga saat ini yang paling sering disebutkan adalah ‘digital library’.
Sejalan dengan semangat perpustakaan di berbagai perguruan tinggi yang ingin mencoba mengedepankan ‘digital library’ dalam sistem pelayanannya, maka perlu kiranya pemahaman yang lebih dalam mengenai apa sebenarnya definisi ‘digital library’, apa tujuan ‘digital library’, bagaimana itu diterapkan di perpustakaan, apa saja tantangan yang dihadapi, dan apa saja yang harus dilakukan oleh perpustakaan. Tulisan ini mencoba mengupas beberapa hal penting tersebut di atas.
Definisi ‘Digital Library’
Ketika orang membicarakan mengenai ‘digital library’ sebetulnya ada bermacam-macam pengertian atau definisi yang ada di benak masing-masing orang. Bahkan kecenderungannya mereka akan mendefinisikan sesuai dengan konsep dasar pemikiran, latar belakang atau bidang keilmuan mereka masing-masing. Hal ini tentu membingungkan kita untuk memahami apa sebenarnya ‘digital library’ itu. Menurut Cleveland (1998) setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan kebingungan dalam memahami istilah ‘digital library ‘ ini:
1. Adanya perbedaan penggunaan istilah oleh komunitas perpustakaan dalam memahami konsep ini seperti electronic library, virtual library, library without walls—dan tidak pernah ada kejelasan perbedaan makna dari istilah-istilah tersebut. Istilah ‘Digital Library’ sendiri secara sederhana merupakan paling baru dan secara luas digunakan secara ekslusif pada konferensi, online dan dalam literatur-literatur.
2. ‘Digital libraries’ merupakan fokus perhatian dari banyak bidang area riset yang berbeda, dan pemahaman ‘digital library’ tergantung pada masing-masing komunitas riset yang menggambarkannya. Contohnya: (a) dari segi pandang temu kembali informasi, itu merupakan sebuah database yang besar, (b) bagi orang yang bekerja di hypertext technology, itu merupakan satu aplikasi khusus metode hypertext, (c) dan bagi ilmu perpustakaan, itu merupakan langkah lain dalam meneruskan otomasi perpustakaan yang dimulai lebih dari 25 tahun yang lalu.
3. Hal ketiga yang meningkatkan kebingungan adalah adanya fakta bahwa banyak hal di internet yang oleh orang disebut ‘digital libraries’ dimana –dari sudut pandang pustakawan—bukan. Contohnya: (a) bagi ilmuwan bidang komputer dan pengembang perangkat lunak, kumpulan algoritma komputer dan program perangkat lunak adalah ‘digital libraries’, (b) bagi perusahaan besar, ‘digital library’ adalah sistem manajemen dokumen yang mengontrol dokumen bisnis mereka dalam format elektronik.
Bahkan satu contoh yang cukup spektakuler adalah apa yang banyak orang anggap ‘digital library’ adalah World Wide Web. Web mengumpulkan ribuan dokumen. Banyak yang akan menyebut kumpulan ini sebuah ‘digital library’ karena mereka dapat menemukan informasi, seperti yang dapat mereka lakukan untuk melakukan transaksi bank dalam sebuah ‘digital bank’ atau membeli CD/DVD dalam sebuah ‘digital record store’. Apakah web belum dapat disebut sebagai sebuah ‘digital library?’ Clifford Lynch (1997) dalam Cleveland (1998) menyatakan:
“One sometimes hears the Internet characterized as the world’s library for the digital age. This description does not stand up under even casual examination. The Internet—and particularly its collection of multimedia resources known as the World Wide Web—was not designed to support organized publication and retrievalof information as libraries are. It has evolved into what might be thought of as a chaotic repository for the collective output of the world’s digital ‘printing presses’. … In short, the Net is not a digital library.”
Dari pernyataan Lynch tersebut dapat dilihat bahwa ‘digital library’ bukan sekedar Internet atau akses ke dalam sumber Web.
Cleveland (1998) dalam Occasional Paper IFLA nomor 8, bulan Maret 1998 menyatakan bahwa untuk memahami ‘digital library’ dari sudut pustakawan maka sebagai titik awalnya kita harus mengasumsikan bahwa ‘digital libraries’ adalah perpustakaan dengan maksud, fungsi, dan tujuan yang sama seperti perpustakaan tradisional—yakni manajemen dan pengembangan koleksi, analisa subjek, pembuatan indeks, ketersedian akses, sisi referensinya, dan preservasinya.
Berangkat dari pemikiran tersebut ada beberapa karakteristik yang dapat dilihat berdasarkan berbagai diskusi yang telah dilakukan seputar ‘digital library’ ini, seperti yang sudah dirangkum oleh Cleveland (1998) yakni:
• Digital libraries are the digital face of traditional libraries that include both digital collections and traditional, fixed media collections. So they encompass both electronic and paper materials
• Digital libraries will also include digital materials that exist outside the physical and administrative bounds of any one digital library
• Digital libraries ideally provide a coherent view of all of the information contained within a library, no matter its form or format
• Digital libraries will serve particular communities or constituencies, as traditional libraries do now, though those communities may be widely dispersed throughout the network
• Digital libraries will require both the skills of librarians and well as those computer scientists to be viable.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa ‘digital library’ bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tapi merupakan sebuah sistem. Definisi yang cukup menggambarkan berbagai karakteristik tersebut dapat dilihat dari apa yang dihasilkan dari Dlib Working Group on Digital Library Metrics (WG) di Stanford University, 7-8 Januari 1998, yakni:
“The Digital Library is the collection of services and the collection of information objects that support users in dealing with information objects and the organization and presentation of those objects available directly or indirectly via electronic/digital means.”
Definisi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa ‘digital library’ lebih dari sekedar koleksi bahan pustaka dalam tempat penyimpanan, tetapi juga memberikan bermacam layanan pada semua pengguna (baik manusia dan mesin, pembuat, manajer, dan pengguna informasi). Tipe objek informasinyapun menjadi bermacam dari ‘dokumen’ tradisional sampai kepada objek ‘hidup’ atau hasil permintaan yang dinamis. Hal lain adalah ‘digital library’ memberikan kepada pengguna kepuasan akan kebutuhan mereka dan hal-hal yang dibutuhkan untuk manajemen, akses, penyimpanan, dan manipulasi bermacam informasi tersimpan dalam koleksi bahan pustaka yang merepresentasikan kepemilikan dari perpustakaan. Bahkan pengertian pengguna disinipun bermacam-macam, dapat pengguna akhir, operator perpustakaan, dan juga ‘penghasil’ informasi. Selain itu penataan dan cara penyajian objek informasi harus menjadi bagian penting dengan memperhatikan unsur estetika. Objek informasi ini dapat juga merupakan objek digital atau bisa juga media lain (misal kertas) tetapi disajikan di perpustakaan melalui perangkat digital (misal metadata). Hal itu mungkin tersedia secara langsung dalam jaringan atau tidak langsung. Sekalipun objek informasi bukan berupa data elektronis atau mungkin tidak secara langsung tersedia dalam jaringan, objek harus dapat disajikan secara elektronis dalam beberapa cara melalui misal metadata atau katalog. Sehingga pada prinsipnya ‘digital library’ merupakan satu sistem layanan perpustakaan terintegrasi berbasis digital, walaupun cakupan informasi tidak mesti berbentuk digital.
Apa pentingnya ‘digital library’?
Pertanyaan selanjutnya mengenai kenapa perpustakaan ‘repot’ dengan menerapkan sebuah sistem ‘digital library’ , apa sih arti pentingnya bagi perpustakaan? Ada beberapa alasan yang dapat menjawab pertanyaan itu, yakni:
1. Untuk meningkatan layanan perpustakaan yang berbasis kebutuhan pengguna, perkembangan teknologi informasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Untuk memperluas jaringan informasi yang pada gilirannya akan mempermudah akses ke dalam sumber-sumber informasi apapun bentuk dan jenisnya.
3. Karena kebutuhan akan pelestarian informasi (baik informasi elektronik maupun sumber informasi tercetak).
4. Untuk meningkatkan pengembangan secara sistematis: perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengatur informasi dan pengetahuan dalam bentuk digital.
5. Menciptakan sistem terintegrasi yang lebih luas, terjangkau, dan mudah diakses oleh seluruh pengguna dimanapun dan kapanpun berada.
Bagaimana ‘digital library’ diterapkan?
Beberapa usaha yang mungkin dapat ditempuh dalam rangka menuju sistem ‘digital library’ adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan Sistem Otomasi Perpustakaan
Mengapa sistem otomasi perpustakaan dapat menjadi bagian dari ‘digital library’? Karena melalui sistem otomasi ini sedapat mungkin perpustakaan dapat menampilkan sebuah sistem layanan yang berbasis elektronis yang memungkinkan berbagai macam kemudahan dalam pengelolaan objek informasi. Otomasi perpustakaan ini akan berguna bagi seluruh pengguna perpustakaan seperti pustakawan, manajemen, dan juga pengguna. Berbagai transaksi dan laporan akan ditampilkan secara elektronis/digital melalui sistem otomasi ini. Rekaman transaksi dan laporan kegiatan layanan perpustakaan yang terekam secara elektronis merupakan satu objek informasi penting dapat disediakan oleh perpustakaan. Untuk itu pengembangan sistem otomasi perpustakaan harus dapat menampilkan berbagai macam informasi tidak hanya metadata seperti katalog atau indeks, tetapi juga harus dapat menampilkan berbagai rekaman kegiatan perpustakaan diantaranya transaksi sirkulasi, rekaman keanggotaan, data statistik, rekaman koleksi dan lain sebagainya.
b. Pengembangan Sistem Informasi Online
Hal lain yang dapat dilakukan dalam rangka menerapkan konsep ‘digital library’ adalah adanya sebuah sistem informasi online. Hal ini dapat diwujudkan dengan menciptakan sebuah sistem berbasis jaringan baik untuk keperluan intranet dan/atau Local Area Network (LAN) maupun internet dan/atau Wide Area Network (WAN). Saat ini yang paling mudah dan banyak dilakukan adalah menggunakan fasilitas World Wide Web (Web). Melalui Web perpustakaan dapat membangun sebuah sistem informasi online yang menyediakan objek informasi seperti katalog, indeks, arsip, hasil posting newsgroup, koleksi email, sumber komersial, sumber hiburan, artikel personal, hingga layanan perpustakaan (daftar pertanyaan referensi, analisis statistik, pustakawan online, asisten online, dan sebagainya). Selain itu melalui sistem informasi online, perpustakaan dapat menyediakan berbagai koleksi digital yang dimilikinya baik yang dibeli, dilanggan, maupun yang didapat secara gratis.
c. Pengembangan koleksi digital
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan dalam menerapkan ‘digital library’ adalah membangun koleksi digital. Membangun koleksi digital menurut Cleveland (1998) dapat dilakukan dengan tiga metode penting yakni; digitasi, pengadaan karya digital asli, dan akses ke dalam sumber-sumber eksternal. Digitasi merupakan proses konversi koleksi berbentuk cetak, analog atau media lain --- seperti buku, artikel jurnal, foto, lukisan, bentuk mikro--- ke dalam bentuk elektronik atau digital melalui proses scanning, sampling, atau re-keying. Pengadaan karya digital asli disini maksudnya adalah mengadakan baik melalui metode membeli atau berlangganan karya digital asli dari penerbit atau peneliti dalam bentuk misalnya jurnal elektronik (e-journal), buku elektronik (e-books), dan database online (seperti Ebsco, Proquest, ScienceDirect, dll). Sedangkan akses ke dalam sumber eksternal disini maksudnya adalah perpustakaan harus mempunyai semacam jaringan kepada sumber lain yang tidak tersedia secara lokal yang disediakan melalui website, koleksi perpustakaan lain, atau server milik penerbit-penerbit.
Tantangan apa yang dihadapi?
Proses penerapan ‘digital library’ tentunya tidak dapat begitu saja dapat diwujudkan. Ada banyak hal yang perlu dihadapi dan menjadi tantangan bagi perpustakaan dalam mewujudkan ‘digital library’ secara utuh. Beberapa hal yang cukup serius dihadapi dalam pengembangan ‘digital library’ adalah sebagai berikut:
1. Infrastruktur/Arsitektur Teknis
Hal awal yang dibutuhkan oleh perpustakaan ketika akan menerapkan sistem ‘digital library’ adalah masalah peningkatan dan pembaharuan infrastruktur teknis untuk mengakomodasikan berbagai sumber digital. Infrastruktur itu termasuk didalamnya komponen seperti:
• Jaringan lokal berkecepatan tinggi dan koneksi internet yang memadai
• Database yang mendukung bermacam format digital
• Piranti pencari atau alat telusur untuk indeks dan akses ke sumber informasi
• Perangkat keras seperti berbagai macam komputer server (Web Server, FTP Server, Database Server, dan sebagainya) dan komputer personal untuk pengguna
• Perangkat lunak termasuk di dalamnya sistem manajemen dokumen elektronik yang akan membantu keseluruhan proses manajemen sumber-sumber digital misalnya web portal system, program ‘electronic database system’ dan lain sebagainya.
2. Pembangunan Koleksi Digital
Pengembangan dan pembangunan koleksi digital merupakan sebuah tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh perpustakaan dan pustakawan. Perpustakaan harus dapat merancang sebuah kebijakan bagi pembangunan koleksi digital, apakah akan melakukan proses digitasi, apakah akan melanggan/membeli informasi digital, atau apakah hanya akan mengakses ke sumber-sumber eksternal. Perpustakaan juga perlu mengadakan analisis kebutuhan, analisis koleksi yang dimiliki dan analisis sumber daya yang dimiliki (termasuk di dalamnya sumber daya manusia). Hal itu penting untuk mengukur sejauh mana pengembangan koleksi digital dapat dilakukan dan diterapkan. Karena disisi lain pembangunan koleksi digital ini juga merupakan proses kontrol lokal terhadap koleksi yang dimiliki dan juga untuk menjawab kebutuhan akses jangka panjang dan preservasi. Pertimbangan lain adalah dari sisi koleksi itu sendiri seperti kekuatannya, keunikannya, skala prioritas kebutuhan komunitas pengguna, dan juga manajemen porsi atau prosentase koleksi.
3. Masalah Hak Cipta / Manajemen Hak Milik
Salah satu tantangan dan juga kendala yang sering “menghantui’ dalam proses pengembangan sistem ‘digital library’ adalah masalah hak cipta. Konsep hak cipta yang ada pada karya berbasis cetak kadang terpangkas begitu saja dalam lingkungan digital karena ‘hilang’nya kontrol penggandaan. Objek digital kurang tetap, mudah digandakan, dan dapat diakses secara remote oleh banyak pengguna secara bersamaan. Hal ini tentunya harus diperhatikan dan perlu adanya mekanisme yang memberikan kesempatan kepada perpustakaan untuk menampilkan informasi tanpa merusak hak cipta, dan untuk itu diperlukan semacam manajemen hak milik. Cleveland (1998) menyampaikan beberapa fungsi yang mungkin harus ada dalam manajemen hak milik seperti; (a) jejak penggunaan, (b) identifikasi dan pemberian hak pengguna, (c) memberikan status hak cipta dari setiap objek digital, dan pembatasan penggunaan atau pencantuman biaya di dalamnya, (d) menangani transaksi dengan pengguna dengan mengijinkan hanya beberapa salinan dapat diakses, atau dengan mengenakan tarif untuk tiap salinan, atau langsung meminta kepada penerbit. Melalui beberapa hal tersebut diharapkan masalah hak cipta ini paling tidak dapat sedikit terkurangi resikonya.
4. Promosi/pemasaran dan aksesibilitas
Masalah lain yang penting untuk disampaikan disini sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh perpustakaan dalam rangka penerapan sistem ‘digital library’ adalah masalah penggunaan dan akses ke dalam ‘digital library’ yang sudah sedemikian rupa disediakan. Banyak kasus dijumpai bahwa perpustakaan terlena dengan apa yang sudah dapat disediakan tetapi lupa akan bagaimana pengguna mengetahui keberadaan fasilitas yang sudah disediakan tersebut. Disini masalah promosi atau pemasaran menjadi penting. Karena apabila ‘digital library’ yang sudah dibangun dengan susah payah menghabiskan banyak tenaga, waktu dan biaya tidak diketahui oleh pengguna maka efeknya aksesibilitas terhadap ‘digital library’ ini akan menjadi sangat kurang dan tidak signifikan dengan biaya yang dikeluarkan. Artinya nilai ekonomisnya akan hilang. Perpustakaan harus menyediakan informasi yang cukup kepada pengguna dengan merancang sistem promosi atau pemasaran yang tepat. Hal ini bisa dilakukan menggunakan berbagai media informasi yang tersedia seperti brosur, leaflet, website, banner, spanduk, buku panduan atau bahkan melalui sebuah pelatihan atau program rutin orientasi bagi pengguna. Semakin gencar dan mudah pengguna mendapatkan informasi mengenai ‘digital library’ ini maka tingkat aksesibilitasnya akan semakin tinggi. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas sebuah ‘digital library’ maka perpustakaan perlu juga memasang sistem pelacakan (tracing) dan tracking yang dapat memberikan data tingkat aksesibilitas ‘digital library’ yang ada.
Penutup
Pada prinsipnya konsep ‘digital library’ akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Perpustakaan di Indonesia, terutama perpustakaan perguruan tinggi yang sudah mempunyai ‘kesadaran’ untuk mulai membangun sebuah ‘digital library’ hendaknya terus meningkatkan pengembangannya hingga menjadi sebuah sistem ‘digital library’ yang utuh dan lengkap. Untuk mewujudkannya kiranya masih perlu adanya kerjasama yang baik antara pustakawan atau pengelola perpustakaan sebagai penyaji informasi dengan para ahli bidang komputer atau teknologi informasi yang mampu mendukung proses penerapan ‘digital library’ dalam perpustakaan melalui dukungan sistem informasi atau program-program semacamnya.
Satu hal lagi bahwa ‘digital library’ merupakan sebuah proses jangka panjang yang perlu direncanakan secara matang, terintegrasi dan sistematis sehingga tidak melenceng dari manfaat, fungsi, dan tujuan pembangunan ‘digital library’ tersebut. Semoga ulasan singkat dalam tulisan ini dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap ‘digital library’ dilihat dari sisi perpustakaan, sehingga perpustakaan di Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dalam penerapan ‘digital library’ ini.
Sistem Manajemen Restoran Terintegrasi
Dewasa ini, bisnis restoran semakin menjamur. Setiap restoran berusaha menyajikan sesuatu yang baru dan unik kepada pelanggannya. Banyak restoran yang berhasil menarik pelanggan, tetapi banyak pula yang gagal. Faktor penyebabnya selain pangan, yang lebih penting adalah pelayanan (servis) yang diberikan. Sistem restoran manajemen terintegrasi, atau singkatnya disebut software restoran, akan sangat membantu pihak restoran untuk memberikan layanan yang lebih cepat dan lebih baik kepada pelanggan, pada saat yang sama memberikan kendali yang handal untuk manajemen restoran.
Software restoran dapat digunakan untuk menangani keseluruhan operasi restoran, mulai dari saat tamu datang, pesan makanan, penyajian makanan, hingga sampai tamu melakukan pembayaran dan meninggalkan restoran. Software restoran ini tidak terbatas untuk layanan table service, tetapi juga untuk model fastfood, take away, bakery, foodcourt, dan delivery.
Dengan cakupan yang luas dan tingkat kerumitan yang cukup tinggi, salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengembang software restoran adalah menyediakan tampilan antar muka (interface) yang mudah dimengerti dan mudah dioperasikan oleh semua staf restoran.
(Klik link di bawah untuk membaca seluruh artikel)
Cara kerja software
Untuk memahami penggunaan software restoran, berikut kita akan memberikan panduan langkah-langkah operasi sistem untuk restoran jenis table servis:
- Sewaktu tamu datang, penerima tamu dapat dengan mudah menyediakan meja yang sesuai dengan jumlah tamu, hanya dengan melihat layar monitor. Di dalam layar monitor sudah tercantum denah restoran, bentuk meja, beserta status meja.
- Untuk mencatat pesanan tamu, sistem menyediakan beberapa alternatif input:
- Pelayan dapat menggunakan PDA untuk langsung mencatat pesanan tamu. PDA adalah komputer kecil yang dapat dibawa-bawa oleh pelayan langsung ke meja tamu.
- Pelayan mencatat pesanan-pesanan tamu di kertas, kemudian memasukkan pesanan-pesanan tersebut di terminal software terdekat. Terminal-terminal ini dapat ditempatkan di berbagai titik strategis di restoran. Terminal software restoran umumnya menggunakan layar sentuh (touchscreen), di mana pelayan cukup menyentuh gambar menu yang tampil di layar. Tetapi bisa juga dijalankan hanya dengan keyboard dan mouse.
- Pesanan dari tamu dapat langsung diteruskan ke dapur-dapur yang bersangkutan. Sistem dapat mengatur agar menu makanan dikirim ke dapur makanan, dan menu minuman dikirim ke bar minuman. Untuk restoran yang mempunyai dapur di setiap lantai, sistem juga dapat mengatur agar pesanan tamu di lantai 1 hanya diteruskan ke dapur lantai 1, dan pesanan tamu di lantai 2 hanya diteruskan ke dapur lantai 2. Jumlah dapur dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing restoran. Di dapur tersedia printer dapur, yang langsung mencetak informasi pesanan tamu, dan layar monitor, untuk menampilkan daftar pesanan yang belum dan sudah disajikan. Layar monitor ini bersifat opsional, artinya bisa digunakan jika ada ruang yang tersedia di dapur. Melalui layar, sistem dapat memberikan peringatan jika pesanan tamu belum disajikan melewati waktu yang semestinya. Dengan demikian, semua pesanan dapat disajikan dengan baik dan cepat.
- Sewaktu tamu selesai makan dan hendak membayar, kasir dapat mencetak tagihan hanya dengan menekan satu tombol di software. Sistem akan secara otomatis menghitung harga menu-menu yang dipesan, berikut promosi-promosi dan diskon-diskon yang ditawarkan oleh restoran bersangkutan. Jika restoran hendak menawarkan promosi, misalnya promosi untuk jenis makanan tertentu, berlaku untuk jam-jam tertentu, dan hanya di hari-hari tertentu, informasi tersebut dapat dimasukkan ke dalam sistem. Dengan demikian, kasir dapat dengan mudah melayani banyak meja sekaligus di saat restoran sedang sibuk. Jumlah dan jenis pembayaran yang diterima dari tamu kemudian dicatat ke dalam sistem.
Tabel perbandingan proses manual dengan proses software
Manual | Sistem | |
---|---|---|
Tamu datang | Penerima tamu mencermati situasi restoran, atau bertanya kepada pelayan restoran | Melihat di layar monitor |
Pesan Makanan | Catat di kertas pesanan | Input melalui PDA atau software terminal |
Dapur | Pelayan menyerahkan kertas pesanan ke dapur, atau pesanan diteriakkan ke dapur. | Pesanan langsung dicetak di dapur. Makanan dicetak di dapur makanan, dan minuman dicetak di bar. |
Cetak tagihan | Kasir mengumpulkan semua kertas pesanan, kemudian menghitung tagihan. | Kasir menekan tombol tagih. |
Bayar tagihan | Kasir menerima pembayaran dan mencatatkan jumlahnya di kertas. | Catat jumlah dan jenis pembayaran. |
Dari tabel perbandingan, di atas, kita dapat melihat bahwa dengan menggunakan software restoran, operasional restoran dapat berjalan dengan lebih efektif, aman, cepat, dan akurat.
Keuntungan yang diperoleh
Sistem Monitor Restoran
Melalui sistem ini, pengguna dapat melihat kondisi restoran secara langsung (realtime), melihat transaksi-transaksi penjualan yang sudah terjadi, jumlah dan jenis pembayaran yang diterima, menu-menu yang terjual. Semua informasi menyangkut operasional restoran dapat dengan mudah diakses melalui sistem.
Pada jam-jam sibuk restoran, kesalahan-kesalahan yang sering terjadi antara lain:
- makanan yang dipesan oleh pelanggan lupa diolah di dapur
- makanan yang dimasak tidak sesuai dengan pesanan tamu
- makanan diantar ke meja yang salah
- tamu harus menunggu lama untuk mendapatkan tagihan
- kasir lupa menagih pembayaran setelah menerbitkan tagihan
Kesalahan-kesalahan seperti ini sifatnya lebih berupa kesalahan informasi. Kesalahan dapat dikurangi dengan cara memberikan informasi yang tepat kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Sayangnya informasi-informasi yang dibutuhkan sangat sulit diperoleh jika masih beroperasi secara manual. Dengan menggunakan software restoran, seluruh informasi yang dibutuhkan sudah tercatat di sistem, dan dapat diakses di terminal terdekat.
“Untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para tamu, kami membutuhkan informasi seperti jumlah tamu, daftar makanan yang dipesan, waktu pemesanan, dan status makanan di dapur,” kata Robby, IT Manajer di Restoran Angke, salah satu restoran di Jakarta yang sudah mengimplementasikan sistem restoran terintegrasi. “Sekarang seluruh informasi yang kami perlukan dapat diakses hanya dengan beberapa kali klik.”
Dengan keyakinan bahwa penggunaan software restoran akan sangat membantu dalam operasional restoran, Restoran Angke berhasil merombak salah satu cabangnya yang semula mengelola informasi menggunakan kertas menjadi restoran canggih yang menerapkan software restoran untuk semua operasi restoran.
Pengendalian Persediaan Bahan Mentah
Persediaan bahan mentah menjadi perhatian utama bagi para pengelola restoran. Dengan menggunakan software restoran, pengendalian bahan mentah menjadi mudah dan efisien. Sistem dapat mengetahui jumlah bahan mentah yang diperlukan untuk mengolah setiap menu di restoran, dan melakukan pemotongan bahan mentah secara otomatis berdasarkan menu-menu yang sudah diolah di dapur.
Untuk setiap jenis bahan, manajemen restoran dapat menentukan jumlah minimum dan maksimum yang harus tersedia di gudang/dapur. Informasi ini kemudian dapat digunakan oleh bagian pembelian untuk menentukan bahan-bahan mentah yang harus dibeli. Pihak restoran dapat melakukan stok opname secara berkala untuk mengetahui jumlah aktual persediaan bahan mentah di gudang. Dengan stok opname, manajemen restoran dapat mengetahui apakah penggunaan bahan mentah sesuai dengan yang diperkirakan. Setiap saat, pengelola restoran dapat melihat jumlah persediaan bahan mentah di gudang, jumlah bahan mentah yang terpakai, dan selisih antara persediaan fisik di gudang dengan pencatatan di sistem.
Pengendalian Biaya Bahan Mentah
Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh manajemen restoran adalah tidak adanya informasi akurat mengenai biaya yang mereka keluarkan untuk setiap menu makanan yang diolah. Umumnya biaya diketahui hanya berdasarkan perkiraan, tetapi perkiraan ini juga sering kurang tepat karena harga bahan makanan yang berfluktuasi.
Dengan menggunakan software restoran, biaya setiap menu yang diolah dapat diketahui secara pasti berdasarkan biaya bahan mentah yang digunakan. Informasi ini akan berguna bagi manajemen restoran untuk menentukan harga yang sesuai untuk setiap menu.
Akses Jarak Jauh
Software restoran yang bagus mendukung remote access (akses jarak jauh), artinya sistem dapat diakses dari luar restoran. Pemilik dan manajer restoran dapat mengakses ke sistem restoran dari kantor/rumah. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh laporan secara langsung, bahkan melakukan perubahan terhadap menu, harga menu, atau promosi di restoran.
Sistem Keamanan Informasi/Data
Sistem keamanan menjadi perhatian utama pihak pengembang software restoran. Setiap pengguna sistem harus mempunyai kode dan password tersendiri. Melalui kode ini, sistem dapat menentukan hak akses untuk setiap pengguna, seperti transaksi yang boleh dilakukan, modul yang boleh diakses, dan laporan yang boleh dicetak.
Kode ini juga dapat digunakan untuk melacak transaksi-transaksi yang sudah dilakukan, jadi sistem dapat mengetahui pengguna yang melakukan pemesanan menu, pembatalan menu, cetak tagihan, terima pembayaran, dan lainnya.
Laporan dan Analisis
Software restoran yang baik harus mampu menyediakan laporan-laporan lengkap yang dapat digunakan untuk pengendalian dan analisa restoran oleh pihak manajemen. Melalui sistem, manajemen restoran dapat melakukan beberapa analisa, misalnya:
- Mengetahui menu-menu yang diminati dan tidak diminati oleh pelanggannya,
- Mengetahui jumlah transaksi yang terjadi setiap hari, setiap jam, dan setiap departemen, beserta dengan jenis pembayarannya.
- Mengetahui pemakaian bahan mentah untuk setiap menu dalam tenggang waktu tertentu.
- Mengetahui laba yang diperoleh dari penjualan setiap menu.
Dan masih banyak lagi laporan dan analisa yang dapat dilakukan, tergantung kebutuhan dari manajemen restoran.
Penutup
Setiap restoran sekiranya membutuhkan software manajemen restoran yang terintegrasi, handal, aman, akurat, dan mudah digunakan.
Software restoran yang tersedia di pasaran sekarang cukup banyak, tetapi pihak restoran harus hati-hati dalam memilih. Sebelum membuat keputusan, sebaiknya dipastikan terlebih dahulu fitur dan modul yang ditawarkan oleh sistem, pelatihan dan dukungan yang diberikan oleh pihak penyedia software, jenis perangkat keras yang digunakan, dan jumlah biaya yang harus diinvestasikan.
Sistem Informasi Terintegrasi Untuk Pengelolaan Perguruan Tinggi
Penyediaan sistem informasi sebagai pendukung proses administrasi
pendidikan pada sebuah perguruan tinggi merupakan suatu kepentingan yang mutlak
pada era saat ini. Penyediaan sistem informasi yang biasanya dilakukan pada
sebuah perguruan tinggi biasanya terpecah pecah dalam beberapa sub sistem yang
tidak terintegrasi. Keadaan tersebut menimbulkan kesulitan pada saat akan
melakukan integrasi sistem.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang requirement dari sebuah perguruan
tinggi terhadap system informasi. Requirement tersebut kemudian akan dibuat
dalam bentuk fitur fitur system informasi. Dibawah ini akan dipaparkan fitur
system informasi yang dipakai oleh perguruan tinggi lebih banyak berdasarkan
pengalaman yang telah dilalui oleh penulis bersama tim pengembangan system
informasi denga studi kasus STMIK AMIKOM.
Sebagai tim pengembangan yang menjadi bagian dari system itu sendiri maka
model pengembangan system yang dilakukan adalah model spiral. Dimana
initial system dari system informasi yang ada saat ini telah dibangun 5 tahun
yang lalu. Model pengembangan seperti ini menuntut pengembang selalu
berada dalam system dan mengembangkan system informasi sejalan dengan
perkembangan kebutuhan system yang dialami oleh organisasi itu sendiri.
Jika dirunut awal pengembangan system informasi di STMIK AMIKOM dimulai
dengan melakukan process re engineering untuk pekerjaan pemilihan mata
kuliah. Oleh karena proses ini membutuhkan beberapa informasi pokok lain yaitu
memasukan data data entitas utama system informasi akademik yang terdiri dari
dosen, mahasiswa dan mata kuliah. Inilah proses yang jika digambarkan apda
model spiral diatas berada pada lingkaran terdalam. Selanjutnya dilakukan
pengembangan pengembangan lain dengan tetap berpijak pada desain awal
yaitu system pengisian Kartu Rencana Studi online. Saat ini dapat disaksikan
bahwa pengembangan dilingkaran terluar sudah menangani presensi
mahasiswa, dosen, pembayaran dan lain sebagainya. Di waktu yang akan
datang akan di buat lagi pengembangan berikutnya pada lingkaran spiral yang
berada diluarnya. Proses ini tidak pernah berhenti sepanjang system besarnya
yaitu organisasi yang menaungi system informasi (dalam hal ini STMIK
AMIKOM) masih ada.
II. Pembahasan
Pengembangan sistem informasi selalu merupakan pekerjaan yang penuh
tantangan baru. Permasalahan permasalahan baru yang mungkin jawabannya belum
ada harus dipecahkan disini. Oleh kerena itu pekerjaan riset merupakan pekerjaan
yang tidak terpisahkan dari pekerjaan pengembangan sistem informasi. Baik riset
untuk menemukan metode yang sama sekali baru, atau menerapkan metode metode
yang telah ada untuk masalah masalah baru. Hasil dari riset ini bisa jadi merupakan
algoritma baru atau modifikasi terhadap algoritma yang sudah ada.
Perguruan Tinggi melakukan pelayanan terhadap mahasiswa dengan berbagai
problemnya merupakan institusi yang sangat membutuhkan kehadiran teknologi
informasi sebagai pendukung peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan.
Sistem Informasi Akademik(SIA) merupakan kebutuhan yang layak dipertimbangkan
untuk diterapkan untuk mendapai efisiensi dan efektifitas pelayanan administrasi
akademik. Demikian juga dengan pelayanan di perpustakaan (Sistem Informasi
Perpustakaan) maupun administrasi keuangan mahasiswa (Sistem Informasi
Pembayaraan Mahasiswa). Dari fitur fitur besar tadi dapat disusun daftar fitur yang
lebih detail yang dapat dilihat pada sub bab berikut ini :
II.1. Fitur
Kami mencoba mengelompokan fitur fitur sistem informasi berdasarkan pengguna
sistem informasi. Adapun daftar fiturnya adalah sebagai berikut :
Mahasiswa
Penerimaan Mahasiswa Baru On-Line
Seleksi Tertulis Mahasiswa Baru Berbasis DMR
Management Seleksi Mahasiswa Baru Jalur Wawancara
Registrasi Mahasiswa Baru
Pembayaran Mahasiswa Baru
Pencetakan Kartu Mahasiswa - Single Identity card
Login ke private page masing masing mahasiswa
Pemilihan Mata Kuliah (KRS) – On Line
Pemilihan Mata Kuliah dengan Interface SMS
Pemilihan Mata Kuliah dengan Interface Java Midlet
Akses daftar nilai masing masing mahasiswa via Web atau SMS
Akses Jadwal kuliah masing masing mahasiwa via Web atau SMS
Akses Status pembayaran masing masing mahasiswa via Web atau
SMS
Penjadwalan Kuliah & Praktikum Otomatis
Manajemen Perkuliahan & Praktikum dengan Presensi On-Line
menggunakan magnetic Card Reader
Pembuatan presensi Ujian
Pembuatan daftar peserta Ujian .xls untuk masing masing dosen
Entry data nilai otomatis dari masing masing dosen menggunakan file
*.xls
Pembuatan Kartu Hasil Studi
Pembuatan Transkrip Nilai Sementara
Mengisi kartu penilaian dosen berbasis DMR
Ujian akhir dan Mid semester berbasis DMR
Pembuatan Transkrip Nilai Akhir bagi Mahasiswa Lulus
Pembuatan Ijazah bagi mahasiswa lulus
Pendaftaran wisuda on-line
Yudisium On-Line
Bertanya secara on-line seputar mata kuliah melalui Forum Mata
Kuliah
Berkirim Pesan running Text di Web Melalui SMS
Berkirim Iklan kecil pada bursa on-line via SMS (Comming Soon)
Perpustakaan
Entry data buku
Pencetakan label buku berbarcode
Sirkulasi Buku menggunakan Kartu mahasiswa & Karyawan
berbarcode dan Label buku berbarcode
Pencarian Pustaka
Manajemen Peletakan Pustaka
Akses koleksi perpustakaan On-Line (web based)
Pemesanan pinjam Pustaka On-Line (web based)
Pemesanan Pinjam Pustaka Via SMS dan Java Midlet (ponsel)
Dosen
Presensi mengajar teori & Praktikum via Magnetic Reader
Pivate Page untuk masing masing dosen
Upload materi ke Web
Upload hasil penelitian ke Web
Mendapat Forum untuk masing masing mata kuliah diajar
Memberikan bimbingan secara on-line
Mengisikan hasil wawancara mahasiswa baru secara on-line
Mendapatkan pemberian jadwal mengajar
Mendapatkan jadwal menguji
Mendapatkan penghitungan honor menguji dari sistem
Karyawan
Presensi masuk dan pulang menggunakan sidik jari
Penghitungan gaji bulanan, diakses oleh bag keuangan
Pencetakan slip gaji
Pencetakan Slip Honor
Keuangan
Akses daftar kewajiban mahasiwa
Akses data pembayaran termasuk tunggakan tunggakan mahasiswa
Akses jumlah SKS yang diambil mahasiwa
Alumni
Otomatis masuk ke daftar alumni pada saat lulus
Pencetakan kartu Alumni
Mendapatkan private Page Alumni
Dapat Mengakses Info Lowongan On-Line
Dapat Berlangganan Info Lowongan vai Email atau SMS
Mengisikan data pribadi, pekerjaan dan keluarga
Mengisikan lowongan untuk alumni yang lain
Mengirimkan lamaran dari data yang ada
Memposting CV on-Line
Berkirim Iklan kecil pada bursa on-line via SMS (Comming Soon)
Perusahaan
Menjadi Anggota Web Lowongan kerja On-Line
Mengisikan Lowongan
Mengirimkan Lowongan ke email alumni
Memanggil Tes Alumni melalui Email dan SMS
Searching alumni berdasarkan kriteria tertentu
Masyarakat
Akses Info mengenai Amikom Melalui Web
Akses Info mengenai Amikom Melalui SMS
Berkirim Iklan kecil pada bursa on-line via SMS (Comming Soon)
BANK
Khusus yang membuka Gerai BANK mendapatkan data kewajiban
mahasiswa
Bagi yang bekerjasama berhak mengirimkan data secara semi on-line
dengan format yang disepakati
Orang Tua Mahasiswa
Login ke private page Anaknya
Akses daftar nilai mahasiswa via Web atau SMS
Akses Jadwal kuliah mahasiwa via Web atau SMS
Akses Status pembayaran masing masing mahasiswa via Web atau
SMS
Akses Presensi Mahasiswa melalui Web atau SMS
Berkirim Iklan kecil pada bursa on-line via SMS (Comming Soon)
Download Daftar Nilai, Daftar Presensi dan status pembayaran
II.2. Inovasi
Riset selalu diperlukan untuk mengembangkan sistem informasi, baik untuk
melakukan problem solving terhadap masalah yang belum memiliki formula
penyelesaian maupun untuk meningkatkan kualitas sistem. Riset yang telah dan
sedang dilakukan berikut hasilnya, untuk mewujudkan semua fitur diatas adalah
sebagai berikut.
MAGNETIC CARD (Kartu Magnetik)
Magnetic card digunakan untuk menyimpan identitas dan pasword dosen yang
terenkripsi. Proses presensi dosen di kelas teori/lab dapat dilakukan dengan kartu
tersebut disamping presensi manual. Oleh karena data terenkripsi maka penggunaan
kartu ini aman.. Inovasi ini kami sebut dengan secure magnetic card.
FINGER PRINT (Sidik Jari)
Dengan peralatan pemindai sidik jari low end tanpa memori yang murah digunakan
untuk mengenali jumlah sidik jari tidak terbatas. Pemindaian sidik jari juga tanpa
mengetikan nomor identitas terlebih dahulu karena proses pengenalannya dilakukan
dengan loading data ke memori kemudian di iterasi untuk dibandingkan nilai sidik
jarinya.Partisi data per 100 sidik jari per group sehingga dijamin keunikannya dan
iterasi tidak terlalu lama. Penggunaan memori pada saat runtime program juga dapat
diminimalkan dengan perhitungan kebutuhan memori untuk satu finger identity adalah
1 kb.
Mobile Secure Application (JAVA MIDLET)
Aplikasi KRS online dibuat dengan J2ME, memanfaatkan komunikasi SMS, dimana
data yang dikirimkan terenkripsi sehingga aplikasi ini aman. Selain Jalur SMS kami
juga implementasikan aplikasi ini menggunakan jalur GPRS. Aplikasi ini
mensyaratkan handset yang digunakan mendukung JAVA dan GPRS.
Penilaian Performa Dosen berbasis Digital Mark Reader( DMR )
Paket aplikasi untuk Pembuatan LJK koreksi dan scoring hasil. Selain itu juga untuk
penilaian kinerja dosen berbagai bentuk sorting data bedasarkan criteria yang
berbeda-beda sesuai kebutuhan dapat dilakukan. Dokumen formulir penilaian
performa dosen kami lampirkan bersama dokumen ini.
Semi On-Line Test Berbasisi Digital Mark Reader
Proses ujian semi online dilakukan dengan model multiple choice yang akan
digunakan lembar jawab komputer . Inovasi kami lakukan dalam pengumpulan bank
soal beserta kuncinya. Setiap mata kuliah disediakan bank soal, sistem akan
mengacak soal untuk masing masing peserta test, membuat kunci jawaban untuk
masing masing soal serta mencetak lembar jawab komputer untuk soal tersebut.
Setelah diisi LJK akan dikoreksi oleh sistem dan ditentukan nilainya.
SEARCHING
Pencarian buku referensi dilakukan dengan proses pengurutan berdasarkan
kemiripan terhadap kata kunci. Masing masing judul yang ditemukan akan di beri skor
tingkat kemiripannya terhadap kata kunci. Selanjutnya di tampilkan terurut
berdasarkan skor kemiripan tertinggi. (proses)
III. Penutup
Sistem informasi yang dibangun menggunakan model spiral memliki kekurangan
pad transparansi. Perencanaannya yang sedikit demi sedikit membuat
gambaran system yang akan dibuat tidak terlihat diawal. Untuk sebuah
organisasi yang sistemnya belum mantap (masih berkembang) model
pengembangan seperti ini cocok dilakukan. Konsekwensinya adalah harus
disediakan satu tim pengembangan perangkat lunak yang kuat dan responsive
terhadap perkembangan organisasi. Pengembangan yang telah dilakukan
sampai saat ini terhadap system informasi di STMIK AMIKOM tentu bukan
sesuatu yang sudah ideal. Sistem ini akan selalu mengalami revisi, namun
seiring dengan makin dewasanya sebuah system, maka segenap stake holder
termasuk pengambil keputusan harus mulai dituntut konsistensinya menjalankan
aturan/ business rule yang telah ditetapkan dan diimplementasikan.
Inkonsistensi dari pemilik system akan berbahaya bagi kelangsungan
implementasi system informasi.
Daftar Pustaka
1. Ian Sommervile, Software Engineering, Paerson Education Asia 2001
2. Presman Roger, Software Engineering Practitioner Aproach, McGraw Hill,
1997
konsep sistem terintegrasi
Sistem terintegrasi merupakan tantangan menarik dalam software development karena pengembangannya harus terus mengacu pada konsistensi sistem, agar sub-sub sistem yang sudah ada dan tetap dimanfaatkan secara operasional masih tetap berfungsi sebagaimana mestinya baik ketika proses mengintegrasikan sistem maupun setelah terintegrasi. Tantangannya adalah bagaimana merancang sebuah mekanisme mengintegrasikan sistem-sistem tersebut dengan effort paling minimal – bahkan jika diperlukan, tidak harus melakukan refactoring atau re-developing lagi sistem-sistem yang sudah ada.
- Vertical Integration, merupakan proses mengintegrasikan sub-sub sistem berdasarkan fungsionalitas dengan menghubungkan sub-sub sistem yang sudah ada tersebut supaya bisa berinteraksi dengan sistem terpusat dengan tetap berpijak pada arsitektur sub sistem yang lama. Metode ini memiliki keuntungan yaitu dapat dilakukan dengan cepat dan hanya melibatkan beberapa entitas development yang terkait dalam proses pembuatan sistem lama. Kelemahannya, metode ini tidak memungkinkan untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi baru atau proses bisnis baru ke dalam sub-sistem yang sudah ada – karena effort lebih tinggi ada di proses “mempelajari” arsitektur sistem lama dan menjadikannya acuan untuk membuat sistem terintegrasi. Untuk menghadirkan ekspansi fungsionalitas atau proses bisnis baru adalah harus membuat sub-sistem baru.
- Star Integration, atau lebih dikenal sebagai spaghetti integration, adalah proses mengintegrasikan sistem dengan cara menghubungkan satu sub sistem ke semua sub-sub sistem lainnya. Sebuah fungsi bisnis yang diimplementasikan dalam sebuah sub sistem akan di-broadcast ke semua sub-sub sistem lain yang dependen terhadap fungsi bisnis tersebut supaya dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Untuk integrasi sistem dengan ruang lingkup kecil atau menengah dan dengan pemisahan fungsi bisnis yang jelas dan spesifik, metode integrasi ini layak untuk dipertimbangkan. Namun jika fungsi bisnis banyak terlibat di beberapa sub sistem secara dependen, pada akhir proses integrasi sistem akan terlihat sedikit “kekacauan” dalam diagram – proses interkoneksi antar sub sistem akan tampak seperti spaghetti. Efeknya, biaya perawatan dan ekspansi sistem di masa yang akan datang akan memerlukan effort yang sangat berat untuk mempelajari skema integrasi sistem berikut dependency-nya.
- Horizontal Integration, atau ada yang mengistilahkan dengan Enterprise Service Bus (ESB), merupakan sebuah metode yang mengintegrasikan sistem dengan cara membuat suatu layer khusus yang berfungsi sebagai interpreter, dimana semua sub-sub sistem yang sudah ada akan berkomunikasi ke layer tersebut. Model ini lebih menawarkan fleksibilitas dan menghemat biaya integrasi, karena yang perlu difokuskan dalam implementasi proses pengintegrasian hanya layer interpreter tersebut. Untuk menangani ekspansi proses bisnis juga hanya perlu diimplementasikan di layer interpreter itu juga, dan sub sistem baru yang akan menangani interface dari proses bisnis ekstensi tersebut akan berkomunikasi langsung ke layer dan layer akan menyediakan keperluan-keperluan data/interface untuk sub sistem lain yang memerlukannya.
- Lebih cepat dalam melakukan penyesuaian dengan sistem yang telah ada
- Meningkatkan fleksibilitas, mudah untuk diperbaharui mengikuti perubahan keperluan sistem (system requirements)
- Membuat standar sistem sehingga bisa diaplikasikan di sub sistem mana pun
- Porsi pekerjaan software development lebih banyak di “konfigurasi” daripada “menulis code” untuk integrasi
- Dapat diterapkan mulai ruang lingkup kecil hingga di level enterprise
- Pembuatan standar sistem dalam Enterprise Message Model banyak berkutat di aspek analisis dan manajerial, biaya analisis benar-benar tinggi karena perlu berkolaborasi dengan analis-analis yang bertanggung jawab terhadap arsitektur dan desain sistem-sistem yang telah ada.
- Secara khusus memerlukan perangkat keras (hardware) yang spesifik, seperti misalnya business-logic-server yang independen dan tidak integral dengan salah satu atau sebagian dari sub sistem yang telah ada.
- Perlu tambahan tenaga (SDM) berupa Middleware Analyst yang akan mengkonfigurasi, merawat, dan mengoperasikan layer Enterprise Service Bus.
- Karena biasanya ESB mempergunakan XML sebagai bahasa komunikasi antar sistem, tentu akan memerlukan resources dan komputasi berlebih untuk melakukan parsing-reparsing dalam komunikasi data.
- Memerlukan effort yang cukup tinggi dalam mengimplementasikan ESB karena cukup banyak layer/tingkatan aplikasi yang harus ditangani, tidak hanya aplikasi-aplikasi interface dari sub-sub sistem saja, melainkan juga layer interpreter yang juga memiliki karakteristik sebagai aplikasi juga.